Sabtu, 04 Juli 2009

Daya Beli

Pada hari Minggu kira – kira satu bulan yang lalu ,ketika hari masih pagi , setelah subuh saya mencoba membiasakan jalan – jalan pagi yang saya sentralkan jalan pagi tersebut kearah aloon – aloon Jombang beberapa kali, bagi saya hal itu lumayan penting untuk bisa mengeluarkan racun – racun yang ada di dalam badan ini agar keluar bersama keringat hasil olah tubuh dan bukan sebaliknya berupa keringat dingin. Dan selama beberapa kali berjalan mengelilingi aloon – aloon Jombang saya melihat jumlah warga Jombang yang berolah badan di minggu pagi itu bertambah banyak , yang mana saya lihat ada anak – anak, pemuda dan pemudi sampai dengan dewasa, kakek – nenek yang sudah berambut putih.
Setelah berkeliling aloon – alon Jombang yang sejuk beberapa kali tersebut , kaki saya memberi peringatan pada saya untuk beristirahat sebentar, dan untuk merespon pesan kaki yang mulai capek berjalan tersebut saya putuskan istirahat di Aloon – Aloon Jombang pada ujung timur dan selatan tepatnya depannya menara yang digunakan untuk membunyikan suling biasanya pada saat magrib atau subuh pada bulan romadlon, maupun menjelang detik – detik proklamasi setiap tanggal 17 Agustus . Pilihan duduk saya untuk mojok di sudut aloon – aloon itu ternyata tidak sendirian , ada beberapa pelaku olah raga saat itu juga perlu beristirahat serta penumpang kereta api maupun bis yang baru turun di Stasiun Kereta Api Jombang maupun para tukang ojek . Aksi duduk saya yang secara kebetulan disebelah tempat saya duduk itu duduk pula seseorang laki – laki warga Jombang yang baru pulang dari merantau yang menurut dia sendiri baru pulang kali ini setelah hampir sepuluh tahun merantau meninggalkan kampung halamannya itu . Sambil menunggu jemputan dari keluarganya saya terlibat percakapan dengan orang tersebut.
Dalam pembicaraan saya dengan orang tersebut plus si Tukang Ojek , tampak bahwa orang tersebut sedang kaget, heran dan bahkan tidak percaya dengan perkembangan atau dinamika pembangunan yang terjadi di Kabupaten Jombang setelah hampir sepuluh tahun dia tinggalkan karena saat di tinggalkan Jombang kondisi aloon – aloon Jombang begitu sepi tidak seperti yang diceritakan si Tukang Ojek tadi, dimana jika pada malam hari, alon – aloon Jombang dan taman kebonrojo sangat ramai dengan pengunjung maupun para pedagang kaki lima. Selanjutnya Si Tukang Ojek itu juga menambahkan dengan penuh semangat dan bangga bahwa di Jombang telah pula berdiri mall baru di Jalan A. Yani maupun di Jalan Soekarno Hatta yang menjual pakaian . Pedagang di pasar tradisional juga seperti di pasar pon maupun pasar legi demikian meluber padahal hakekatnya para pedagang di pasar tradisional tersebut jelas – jelas berkompetisi secara sempurna , bebas atau liberal, namun ada keberatan dari si Tukang ojek tersebut bahwa masih banyak ditemukan mobil para pejabat mungkin berasal dari Jombang jika dilihat dari plat nomor kendaraannya, yang masih berkeliaran untuk membelanjakan uangnya diluar wilayah Jombang, padahal mereka menggali nafkah atau “mencangkul” di Kabupaten Jombang. Jika ini dihitung jumlah rupiah yang keluar dari Jombang sia – sia karena uang si Pejabat tersebut tidak berputar di Jombang sendiri .
Mencermati cerita si tukang ojek yang begitu lugu kepada warga Jombang yang baru pulang merantau tersebut seperti diantaranya tentang ramainya aloon – alon Jombang pada malam hari secara garis besar dapat digaris bawahi bahwa perekonomian secara riil di Kabupaten Jombang telah bergerak. Mengaca banyaknya atau melubernya para pedagang kaki lima yang ada di aloon – aloon Jombang pada malam hari atau banyaknya pedagang di pasar tradisional itu mengindikasikan adanya trend peningkatan partisipasi warga Jombang di bidang perekonomian . Dan jika diamati lebih seksama maka perputaran uang di Kabupaten Jombang telah berlangsung. Hanya saja masalahnya adalah bagaimana membuat perputaran uang tersebut dapat berjalan atau berlangsung secara lebih meningkat atau stabil dan kalau perlu dijaga jangan stagnan atau lesu . Jika ini dikembangkan dengan serius bukan tidak mungkin akan menambah pundi – pundi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Jombang yang mengarah kepada terwujudnya kemakmuran warga Jombang secara gemah ripah loh jinawi tata tentren kerto raharjo . Bagaimana konsep agar agar daya beli tidak cenderung lesu atau melemah dengan melihat peluang dinamika perkembangan perekonomian riil di Jombang ?
Jawaban untuk pertanyaan ini jika terinspirasi dari ramainya aloon – aloon jombang di malam hari maka yang mungkin tepat misalnya adalah dalam bentuk diantaranya pengembangan/ membangun konsep paket wisata alami di Jombang. Alami disini dimaksudkan obyek wisata tersebut bukan sebuah pembentukan atau pengkondisian tetapi muncul secara alami dari interaksi social maupun ekonomi dan lainnya dari warga Jombang sendiri. Model garapan ini diantaranya dengan melakukan manajeman pengelolaan wisata seperti mendata dan mengumpulkan kegiatan masyarakat yang dapat dijadikan simpul – simpul paket wisata seperti geliat pasar tradisonal maupun pasar modern yang mulai tumbuh saling beriringan, kondisi aloon – aloon jombang, pesantren yang ada di Jombang, kondisi alam atau geografis yang ada maupun wisata agraris misalnya mulai dari bercocok tanam sampai panen dan menjual produknya dan produk wisata lainnya yang masih bisa digali .
Setelah paket wisata tersebut terbentuk dengan segala ketersediaan sarana dan prasarana pendukungnya , maka selanjutnya mencarikan pasar untuk wisata tersebut.
Nah, seyogyanya, mencari peluang pasar wisata ini merupakan sebuah korelasi dengan upaya penciptaan atau mewujudkan perputaran uang dari, ke, dan untuk warga jombang sendiri secara stabil dan menghindari stagnasi . Dikatakan demikian karena perekonomian “riil” seperti yang terjadi di Aloon – aloon Jombang akan berkelanjutan dan berdampak positif bagi perekonomian Jombang jika daya beli meningkat . Jadi disini uang diestimasi terus berputar mulai uang yang dibawa pengunjung aloon – aloon dan kemudian ditabung dibelanjakan ke pedagang disana lalu sang pedagang tersebut membelanjakan lagi untuk makan dan kulakan dan masih banyak lagi siklus perputaran uang tersebut. Selanjutnya inti masalahnya adalah siapa yang menjadi sasaran /obyek pemasaran wisata tersebut dalam rangka untuk meningkatkan daya beli atau dengan kata lain siapa yang dapat dijadikan/merupakan peluang sebagai penggerak untuk meningkatkan daya beli ? Terdapat sasaran dalam hal ini . Pertama adalah warga Jombang sendiri yang bekerja di Jombang maupun kedua yakni masyarakat diluar Jombang yang minat mengunjungi Jombang untuk berwisata maupun berinvestasi.
Untuk yang pertama perlu diklasifikasi kondisi social yang ada misalnya berapa jumlah komunitas petani yang terdiri dari petani selaku pemilik lahan pertanian/perkebunan sampai dengan pekerja atau buruhnya,Komunitas dunia industri atau UKM yang dalam hal ini mulai dari pemilik usaha sampai dengan pekerja /buruh , para pegawai negeri dan swasta . Kemudian diasumsikan pula jumlah penghasilan mereka yang dibelanjakan maupun yang ditabung . Kapan mulai membelanjakan dan kesiapan dan ketersediaan apa yang dimiliki Jombang untuk memenuhi kebutuhan mereka mulai dari kebutuhan primer maupun sekunder termasuk kebutuhan rekreasi pemilik lahan pertanian/perkebunan beserta pekerja dan buruhnya, para pemilih industri beserta pekerjanya, para karyawan negeri dan swasta serta kelompok pekerja lainnya dan masyarakat pemegang uang yang ada di kabupaten Jombang serta para penerima BLT , Sekali lagi pengklasifikasian ini bertujuan untuk mengantisipasi penyerapan uang agar tetap berputar di Jombang dalam rangka meningkatkan daya beli.
Kesiapan atau ketersediaan sarana dan parasarana dikaitkan dengan penghasilan kelompok pekerja yang sudah diklasifikasikan diatas dimaksudkan untuk “membendung “ hasrat mereka belanja keluar Jombang. Misalnya mereka yang penghasilannya tinggi atau besar misalnya para pemilih usaha maupun pemilik lahan pertanian yang luas maupun para pengambil kebijakan publik maupun dari kelompok pekerja/buruh , sudahkah di Jombang terdapat sarana & prasarana untuk memenuhi kebutuhan mereka ? (disini tidak dikupas tentang aliran ekonomi seperti neoliberal maupun kerakyatan tetapi kondisi ekonomi yang mampu membawa kemakmuran warga ). Seperti apa bentuknya ? Pendirian mall dan pasar tradisonal misalnya apakah hal tersebut mampu memuaskan mereka ? Jika pertanyaan ini terjawab dengan kata sudah maka kemungkinan partisipasi mereka dalam perputaran uang dijombang bisa dikatakan tinggi dan justru jika jawabannya tidak maka secara tidak langsung kita “terpaksa “ melepas rupiah ditangan mereka itu mereka belanjakan diluar Jombang alias tingkat partisipasinya dalam hal perputaran uang di Jombang lemah atau cenderung kecil . Dan peluang yang besar itu lenyap .
Sedangkan untuk menangkap peluang perputaran uang agar berada di Jombang secara stabil dan jika mungkin meningkat jika dari sisi warga masyarakat diluar Jombang adalah bagaimana mengemas atau menjual Jombang kepada masyarakat diluar Jombang . Dengan kata lain bagaimana caranya agar mereka mau mengunjungi Jombang dan membelanjakan atau berinvestasi di Jombang .
Selanjutnya mekanisme perputaran uang yang dalam hal ini intinya adalah meningkatnya daya beli maka jika masih dilihat dari sisi waktu menerima penghasilan dapat dikatagorikan harian, mingguan , bulanan maupun saat panen. Untuk itu agar daya beli stabil tentunya perlu memperhatikan hal – hal tersebut.
Dengan demikian perputaran uang dijombang dapat mulus dan lancar di Kabupaten Jombang dikatagorikan menjadi dua sasaran pertama perputaran uang dari warga diluar jombang yang ingin berkunjung ke Jombang dan membelanjakan uangnya maupun warga di luar Jombang yang mau berinvestasi di Jombang , untuk hal ini tentunya bagaimana jombang merespon peluang ini serta kedua perlunya kesadaran yang tinggi dari para pemegang uang yang telah disebutkan diatas yang merupakan warga jombang sendiri yang mencari nafkah di wilayah Jombang pula untuk membelanjakan uangnya di Jombang .
Sebuah keniscayaan akan sinyal keberhasilan dapat dicapai jika segala kemudahan dibidang usaha untuk meningkatkan pemerataan ekonomi (dan perlu dicatat bukan lagi mengejar pertumbuhan ekonomi ) di berikan pengambil kebijakan di Jombang serta direspon begitu antusias oleh warga masyarakat misalnya dengan mendirikan mall bagi pemilik modal besar maupun menjadi pedagang dipasar – pasar tradisional maupun di Aloon – aloon Jombang misalnya hal ini justru direspon lemah oleh pemilik / pemegang uang yang telah disebut dan diklasifikasikan diatas, dengan kata lain partisipasi dan kesadaran mereka dalam rangka meningkatkan daya beli rendah di Kabupaten Jombang dan memilih belanja diluar Jombang. Untuk itu dalam rangka menuju Jombang yang gemah ripah loh jinawi toto tentrem kertoraharjo maka sudah semestinya para pemilik/pemegang uang /modal yang kebetulan berada dan mencari di wilayah Jombang dengan kesadaran/partisipasi yang tinggi turut membelanjakan uangnya di wilayah Jombang agar daya beli meningkatkat dan perputaran uang itu tetap dari dan ke, serta untuk warga Jombang sendiri. Ternyata sebuah kunci sederhana untuk meningkatkan kemakmuran secara ekonomi suatu masyarakat yakni adanya perputaraan uang yang secara kontinyu dan stabil serta riil dengan peningkatan daya beli di wilayah tersebut, percuma jika dikembangkan atau banyak dilahirkan pedagang atau pelaku UKM tetapi dari sisi pasar atau daya beli untuk menyerap produk jualan lesu atau lemah. Daya beli didefinisikan kemempuan membeli barang / produk yang dijual .Untuk itu perlu kiat agar daya beli ekonomi kawasan Jombang meningkat , hal ini seperti dijelaskan diatas diantaranya adalah adanya kesadaran yang tinggi bagi warga jombang yang berperan sebagai pemilik atau pemegang uang untuk menggunakan/memanfaatkan uangnya secara tepat dan tidak cuma menimbun di dalam rumah karena hal ini akan memacu inflasi karena uangsudah beredar di masyarakat tapi tidak bias berputar karena “ditimbun “ di rumah saja .


======00000========

Jumat, 01 Mei 2009

PEMILIHAN PRESIDEN KONTEMPORER DI INDONESIA

DALAM PERSPEKTIF KAJIAN HUBUNGAN INTERNASIONAL

Oleh. Prince Dindah,SIP


…..saudara dipilih …. Bukan dilotre, meskipun kami tak kenal siapa saudara,kami tak sudi memilih para juara… juara he..eh, juara ha…ha.. haa.

Diatas merupakan penggalan lirik lagu iwan fals yang begitu lugas menggambar tentang system pemilu di Indonesia untuk memilih wakil rakyat yang duduk di gedung perwakilannya tersebut. Penafsiran lirik tersebut menginformasikan kepada kalayak bahwa para wakil rakyat tersebut banyak yang tidak dikenal secara langsung oleh rakyat pemilik sah negeri ini. Perlu diketahui bahwa menurut ilmu ketatanegaraan rakyat adalah pemilik negara dan bukan pemerintahnya .

Hingar bingar dan issu kacau balaunya pelaksanaan pemilu legeslatif di negeri tercinta ini awal dari sebuah atau embrio demokrasi . Secara kualitas dan kuantitas terdapat banyak kendala dan hambatan atas upaya raihan kesuksesannya, misalnya problem yang mengemuka seperti perlunya pembenahan pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) ,system pencoblosan ,penyelenggaraan dari bawah sampai atas, kesiapan payung hukum teknis penyelenggaraan pemilu dll termasuk posisi pemerintah itu sendiri . Jika dikupas misalnya tentang DPT, hal ini menunjukan lemahnya birokrasi pada kelembagaan yang menangani kependudukan dari tingkat terendah yakni RT/RW sampai jenjang lembaga diatasnya seperti BPS maupun kelembagaan pencataat kependudukan misalnya kantor catatan sipil di kabupaten/kota . Mengapa dikatakan sebuah kelemahan karena awal terbentuknya sebuah lembaga tentunya sudah digambarkan secara gambling tentang tugas pokok dan fungsinya mulai dari RT sampai dengan lembaga diatas maupun teratasnya. Konsekwensinya adalah salah satu tugas RT/RT adalah memonitar, mencatat dan memberikan laporan pada lembaga diatasnya tentang mobilitas barang dan orang diwilayahnya.Mengapa ini kurang maksimal kerjanya kemungkinan penyebabnya adalah para ketua RT/RW tidak mendapat honor, padahal sebagai salah satu mesin birokrasi terendah dalam arti yang langsung bersentuhan dengan masyarakat mereka butuh “bensin” agar bekerja energik. Selain itu kemungkinan lainnya adalah mudahnya oknum warga negara di negeri tercinta ini mendapatkan kartu tanda penduduk lebih dari satu, maka pertanyaannya adalah apa yang menyebabkan itu, oknum petugas atau mudahnya system yang diberlakukan mendapatkan KTP. Jadi langkah awal solusi atas adalah penguatan system kelembagaan di tingkat RTRW kemudian secara pelan tapi meyakinkan melakukan pembinaan dan pembenahan personil yang bertugas di pencatatan kependudukan dan ketiga adalah menggunakan atau menyesuaikan perkembangan tehnologi dalam pelayanan kependudukan .

Pemilu legeslatif telah berlalu dengan beberapa cacatan seperti dikemukakan diatas , sesuai dengan aturan kepemiluan maka setelah pileg maka diselenggarakan pemilu lanjutan berupa pemilihan presiden yang lebih dikenal dengan sebutan pilpres. Melihat hasil survey yang dilakukan lembaga survey tentang hasil pemilu legeslatif, ada kecenderungan menarik bahwa di era reformasi ini masyarakat pemilih lebih banyak menjatuhkan pilihannya pada partai politik yang lahir di era reformasi. Berbagai kemungkinan penyebabnya perlu dikupas oleh partai politik peserta pemilu . Dan tidak perlu dikupas dalam tulisan ini.

Pemilihan Presiden di Negara kita ini yang dijadwalkan berlangsung tidak lama lagi “aroma”nya sudah mulai terasa. Hal ini dapat dilihat dari manuver yang dilakukan oleh politikus “papan atas” untuk bergerilya dan melakukan kalkulasi politik untuk memasang dan menjagokan pasangannya masing masing, ada yang dilakukan secara santun,ada yang saling kritik satu sama lainnya dan masih banyak lagi . Ini merupakan suguhan tontonan politik yang menarik bagi masyarakat. Apalagi dipublikasikan berbagai media. Masyarakat disuguhi hal – hal manuver petinggi partai politik yang galau dan gusar serta ada yang percaya diri dan bahkan ada yang sebaliknya . Jika dilakukan perbandingan kondisi dan situasi antara para petinggi partai politik dan kondisi masyarakat, maka hal ini sangat kontras atau terbalik. Karena sebagian masyarakat berlomba – lomba “memenuhi hak – hak dasar “ mereka secara swadaya dan swakelola ( misalnya pedagang yang sudah berangkat berjualan di pasar sejak jam 02.00 pagi tiap hari , abang becak yang terus diatas becaknya tiap hari tanpa mengayuh becaknya , karena tidak ada muatan dan masih banyak lagi yang mereka atau bagian dari warga masyarakat tersebut yang dalam mengais rejekinya tidak memanfaatkan uang APBN/D ) sedangkan sebaliknya para petinggi partai sedang berebut “kursi” empuk pemilihan presiden .Kemungkinan mereka dihinggapi rasa cemas . Kecemasan itu masuk akal karena jika mereka salah kalkulasi menempatkan pasangannya maka kekalahan adalah yang diusung. Nah, jika kekalahan yang didapat maka “kursi singgasana “ plus fasilitas layanan yang selama ini diterima akan ikut lenyap. Sebuah kecemasan atau kegalauan yang memprihatinkan kita semua.

Padahal perlu diketahui bahwa untuk pelaksanaan pemilihan presiden di Indonesia, dimana Indonesia masuk sebagai Negara sedang berkembang ini banyak hal yang harus dipertimbangkan oleh para pelakunya. Dan ini tidak hanya penempatan dan pemilihan pasangan yang tepat terus dengan percaya diri merasa sudah terpilih sebagai pasang Presiden dan wakil Presiden . Tentunya hal tersebut tidak semudah membalik tangan .

Di Negara sedang berkembang seperti Indonesia ini dalam pemilihan presiden tidak hanya didasarkan pada figure semata, namun harus pula mempertimbangkan factor kepentingan internal dan eksternal. Kepentingan internal diantaranya adalah masyarakat pemilih, bagaimana perilaku mereka,respon mereka, tanggapan mereka dan meyakinkan mereka untuk memilih pasangan presiden dan wakil presiden tersebut. Perlu untuk diklasifikasikan pemilih tradisional dan pemilih yang rasional, program apa yang diminati dan sekarang sedang dinikmati oleh mereka, rasa aman dan nyaman dan masih banyak lagi. Sedangkan factor eksternal tentunya bahwa sebagai Negara sedang berkembang maka kekuatan untuk mandiri memenuhi kebutuhan sendiri sebagai bangsa adalah sebuah kemustahilan.Kita akan amat tergantung pada debitur yang menggelontor pinjaman kepada kita, meski dalam akadnya tak ada intervensi namun manuver debitur itu untuk menekan pada Negara berkembang yang sedang melangsungkan pergantian rezim di media pemilihan pilpres nuansanya sangat kental.

Sebagai sebuah Negara sedang berkembang maka tidak hanya donator yang berkeinginan mencari pasangan presiden dan wakil presiden yang dalam didikte mereka , namun perlu pula diketahui posisi perusahaan local, nasional maupun multi nasional yang sedang berinvestasi di Indonesia,mereka punya kekuatan berupa modal, dan ini tentunya juga punya pengaruh untuk “ mendikte” pasangan presiden dan wakil presiden terpilih. Mereka tidak ingin usaha mereka di Indonesia terusik sehingga mereka merasakan ketidaknyamanan dan ketidakamanan berusaha di Indonesia.

Disamping itu sebagai Negara sedang berkembang yang sedang hidup ditengah – tengah masyarakat global yang didalamnya ada Negara maju, maka mau tidak mau Negara maju tersebut juga punya kepentingan dengan Negara kita, untuk itu secara implicit mereka juga dianggap “menentukan” dalam pemilihan capres dan cawapres, karena tidak mungkin dengan kekuatan yang berupa modal dan persenjataan yang mereka miliki mampu bernegosiasi dengan orang – orang yang dianggap pas sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan di Indonesia .

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa factor yang memungkinkan pasangan capres dan cawapres dapat terpilih menjadi presiden dan wakil presiden tidak hanya mereka yang mampu memenangi hingar bingar mereka saling bermanuver untuk berkoalisi dan membentuk blok-blokan (koalisi) yang hal ini bagi sebagian masyarakat sudah dianggap membosankan dan dicueki, namun yang terpilih nanti kemungkinannya adalah satu sudah memenuhi garis tangan yang ditetapkan Tuhan Yang Maha esa bahwa mereka kelak akan jadi Presiden dan wakil Presiden Indonesia , dua kemampuan mereka meramu berbagai selera /keinginan dari factor internal yakni masyarakat pemilih dan para stakeholdernya dan juga factor eksternal yakni system internasional yang ada seperti program PBB dalam memberantas terorisme dan korupsi, para pemberi pinjaman bersyarat pada Negara kita yang membikin kita terus bergantung padanya , para negara maju dengan modal dan senjata yang dimiliki punya kepentingan pada negara kita dan terakhir adalah perusahaan multi nasional yang berinvestasi di Negara kita . Para stakeholder factor internal ini dapat menggunakan tangan –tangan mereka dengan segala cara untuk memenangkan kepentingannya di Indonesia.

Jadi tidak hanya dengan hitung – hitungan menguasai masyarakat pemilih yang dalam hal ini dibuktikan dengan kemampuan dan keberhasilan berkoalisi yang dipertontonkan pada masyarakat setiap hari pada minggu-minggu ini yang dianggap mampu menaikan prosentase perolehan suara karena koalisi antar parpol sudah dianggap sebagai penjumlahan suara sehingga dapat menaikan perolehan suara .Hasil kalkulasi politik model begini sangat riskan dan berbahaya !! Karena factor lain yang telah diurakan diatas (Faktor eksternal) merupakan factor yang tidak nampak dalam politik dalam negeri kita tetapi perannya amat vital dalam menentukan siapa kepala Negara dan kepala pemerintahan Indonesia lima tahun ke depan . Percaya atau tidak hal ini dapat dibuktikan .Sebuah partai yang perolehannya kecil dalam pileg kemungkinan memenangi pilpres ada karena mampu meramu factor – factor tersebut. Ingat ini terkondisikan karena kita adalah Negara sedang berkembang yang masih terus tergantung dan bergantung pada para stakeholder factor eksternal tadi . Mudah – mudahan ini bukan demokrasi semu , Ok . Bagaimana kita lepas dari itu semua , maka jawabannya adalah kita harus mandiri disegala bidang sehingga mampu jadi “petarung” dalam kancah internasional . Kapankah itu ?

---=’’=---

Kamis, 01 Januari 2009

Selamat Datang Tahun 2009

Oleh. Prince Dindah
Tak terasa tahun 200-an Masehi sudah mengarah pada tahun yang ke -9 .Ini terasa begitu cepat.Sebenarnya ini tanda - tanda apa ? mungkin para filsuf bisa memberikan masukan .Tahun begitu cepat terasa jalannya, sedangkan dalam setiap pergantian tahun seharusnya diikuti dengan perubahan.Apakah itu perubahan sikap,tingkah laku, penghasilan,kebijakan pemerintahan dan pembangunan dan masih banyak lagi model - model perubahan yang tak tersebut disini.
Dalam momen pergantian tahun banyak yang dilakukan hura - hura, istiqhosah, instrokpeksi dan evaluasi ( ini bisa dilakukan oleh pribadi maupun kelompok organisasi perintahan maupun swasta ) tentang apa yang telah dilakukan dan output yang didapat dari "kerja" mereka selama setahun kemarin. Silahkan memilih . Sebagai seorang pelajar mungkin mengevaluasi prestasinya selama 2008 dan targetnya ditahun 2009, sebagai pedagang mengevaluasi seberapa jauh untungnya dan kendalanya apa terutama munculnya pasar modern di Jombang, sebagai petani mengevaluasi hasil panennya jika dikorelasikan dengan biaya proses produksi, bagi mereka yang bernasib mengabdi di jajaran birokrasi, sudahkah kita memenuhi sumpah dan janji kita sebagai PNS ? ataukah kita semakin menjauh dari hal tersebut, seberapa banyak yang telah kita berikan sebagai bentuk pengabdian kita ke masyarakat ? Sudah adakah perubahan di dalam utamanya diri kita tentang hakekat seorang abdi negara yang dalam pengangkatannya dengan disumpah dan membacakan janji tersebut ? padahal kita harus berjalan dalam langkah - langkah kerja kita sesuai panca presetya korpri bukan ?
Ok. Dalam tahun 2009 ini apa yang belum dilaksanakan (hak maupun kewajiban ) kita sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat, dalam tahun 2009 ini mungkin kita telah menyusun rencana perbaikan,untuk itu selamat mengimplementasikan rencananya tersebut.